Minggu, 15 Oktober 2017

Serat Asmaralaya



Serat Asmaralaya


ana wiku medhar ananing hyang agung
kang nglimputi dhiri
wayangan nya  dumumung neng netranira
bunder nguwung lir sunaring surya nrawung
aran nur muhammad.

Ada Orang Bijak menjelaskan adanya Hyang Agung 
Yang menyelimuti diri 
Gambarannya ada pada Matamu sendiri 
Bentuknya bundar memancarkan sinar surya yang menerawang 
Yang dijuluki Nur Muhammad 

weneh muwus jatining kang murbeng idhup
yaiku pramana
kang misesa ing sakalir
dumuning neng utyaka guruloka.

Memberikan kesejatian dalam hidup 
Yaitu pramana 
Yang menguasai segalanya 
Letaknya ada di guruloka 

iya iku tembung  arab baitul makmur
tandane kang nyata
aneng gebyaring pangeksi
lwih waspada wruh gumlaring alam donya.

Yaitu bahasa Arabnya baitul makmur
Tandanya yang nyata 
Ada dalam gebyar angan-angan 
Lebih waspada tahu gumelarnya alam dunia

mung pramana kang bisa nuntun marang swarga
ana  rupa kadya rupanta priyangga
kang akonus saking kamungsangta wus
saplak nora siwah.

Hanya pramana yang bisa menuntun ke Surga 
Ada bentuk rupa seperti rupa orang 
Yang mengaku dari prasangka 
Yang tidak berbeda satu dengan lainnya

amung mawa caya putih
yaiku aran mayangga seta
ana cahya seta prapta geng sabda
iya iku nur muhammad kang satuhu.

Hanya lewat cahaya putih 
Yang disebut Mayangga Seta
Ada cahaya putih seperti SabdaNya 
Iya itu Nur Muhammad yang sejati

cahya maya maya
jumeneng munggwing unggyaning
tuntung driya anartani triloka
baitul makmur baitul mukharam tetelu.

Cahaya maya-maya (samar-samar) 
Terletak umpama tingkatan 
Dalam indera yang disebut triloka (tiga tempat) 
Baitul makmur baitul mukharam ketiga 

ing baitul muqadas
sumanar prapteng pangeksi
liyepena katon ponang cahya maya
anarawung warna warna wor dumunung.

Di baitul muqadas
Bersinar tanpa henti 
Gambarannya tampak mirip cahaya maya 
Berbaur warna-warna yang ada

nuksmeng cahya kang sajati
ingkang  padhang gumilang tanpa wayangan
langgeng nguwung angebeki buwana gung
mulih purwanira.

Dengan cahaya yang sejati 
Yang terang benderan tanpa halangan 
Langgeng memenuhi buwana yang agung 
Terhadap dirimu

duk durung tumurun maring
ngarcapada awarna warana raga
cahyanipun gumilang gilang nelawung
tanpa wewayangan.

Ketika belum turun 
Ke alam dunia berbentuk raga 
Cahayanya penuh gebyar 
Tanpa bayangan

nelahi sesining bumi
gya tumurun dadya manungsa
marma temtu yen prapta antareng layu
ana cahya prapta.

Memenuhi seisi bumi 
Akhirnya segera turun menjadi manusia
Tentu saja ketika sudah waktunya 
Ada cahaya 

gumilang pindhah angganing
tirta munggwing ron lumbu amaya maya
dyan puniku ciptanen dadya sawujud
lawan sabdanira.

Bersinar berpindah warna 
Air seperti berbentuk samar-samar 
Yaitu cipta yang menjadi satu wujud 
Dengan sabda mu sendiri

kang sinedyan samadyaning
ngen ngenta yekti waluya sampurna
mulya wangsul mring salira numuhun
sabda gaib babar bali angebaki bumi
tribuwana kebak bangkit megat nyawa.

Yang langsung terjadi 
Yang diangan-angankan pasti terjadi sempurna 
Mulia kembali pada dirimu sendiri 
Sabda gaib kembali digelar Kembali memenuhi bumi 
Tribuwana penuh bangkit memisahkan nyawa 


bandingkan dengan 

=======================================

Naskah Serat Asmaralaya 

:: Suntingan teks, terjemahan, dan analisis semiotika

Penulis
Mulyani, Hesti
Pembimbing: Prof.Dr. Rh. Djoko Pradopo

ABSTRACT : THE SÊRAT ASMARALAYA MANUSCRIPT: EDITING OF A TEXT, TRANSLATION, AND SEMIOTICS 


ANALYSIS Piwulang, or Javanese moral teaching, needs greatly to be given to the young generation nowadays. As the next torch of the nation, they need to be armed with strong moral foundations in order not to be easily swayed indecisively into different directions and in order to be able to overcome the various obstacles in life in positive ways. It is therefore considered necessary to conduct research on such moral teaching to offer alternative solutions for the needs of those who will continue the life of the nation and to revive the old Javanese moral teaching contained in the next of Sêrat Asmaralaya. This thesis concerns research conducted to study and dissect in depth the aforementioned text. The initial step taken in the recearch is reading the text for the purpose of a diplomatic transliteration of edition into the nationally used orthography. The results are the edited and translated into Bahasa Indonesia. The data obtained from the edited version are afterwards analyzed by means of Riffaterre’s semiotics, which aims at producing meaning from all the signs found in the text, seeking 

(1) forms indicating indirectness of expression in poetry, 
(2) result of heuristic, and retroactive or hermeneutic readings, 
(3) any matrixes, and variants, and 
(4) hypograms showing intertextual relationship with other works. 

The analysis result in final findings as follows. First, in the matter of indirectness of expression in poetry, displacing of meaning occurs in the form of simile and metaphor, distorting of meaning occurs in the form of ambiguity and contradiction, and creating of meaning occurs in the form of enjambement, rhyme, and couple. Second, the heuristic reading result in a transformation from poetry into prose through paraphrasing while the retroactive and hermeneutic readings result in an elaboration on matters related to man’s ways in facing yhe event of dying. Third, the matrix found is the moral teaching about remember with dying or the consciousness man in the event of his dying, which is, essentially, an event of manunggaling Kawula-Gusti (unification with God), the model is the word Asmaralaya, and the variants are 

(1) éling (remembering) man’s nature as kawula (subject), 
(2) knowing the essence of God, 
(3) endeavoring to be insan kamil, (the ideal man), 
(4) knowing ways of facing death, and 
(5) taking the step leading to and achieving manunggaling Kawula-Gusti , 

there are two hypograms, hypogram potensial one and an actual one, transformed from the basic idea of the teaching about manunggaling Kawula-Gusti elaborated in Wirid Hidayat Jati , Suluk Saloka Jiwa , Suluk Supanalaya, Sêrat Pamoring KawulaGusti , Sêrat Paramayoga, Sêrat Wédhatama, and Al Quran. Key words: Sêrat Asmaralaya, text, piwulang, semiotics xvi

INTISARI : NASKAH SÊRAT ASMARALAYA : SUNTINGAN TEKS, TERJEMAHAN, DAN ANALISIS SEMIOTIKA 


Ajaran moral atau piwulang untuk generasi muda, dewasa ini, sangat dibutuhkan. Mengingat generasi muda sebagai penerus bangsa, dibutuhkan bekal fondasi moral yang kuat agar tidak mudah terombangambing dan dapat mengatasi berbagai macam rintangan hidup secara positif. Dengan kondisi yang demikan itu, dipandang perlu adanya suatu penelitian mengenai ajaran moral atau piwulang yang bertujuan untuk memberikan alternatif pemecahan kebutuhan penerus bangsa, dan mengingat-angkatkan kembali piwulang lama yang dimuat di dalam teks Sêrat Asmaralaya. Tesis ini dilakukan untuk meneliti dan membedah teks tersebut secara mendalam. Penelitian ini diawali dengan membaca teks untuk mengalihaksarakan secara transliterasi untuk terbitan diplomatik. Hasil transliterasi itu dipergunakan untuk membuat suntingan teks. Hasil suntingan teks kemudian diterjemahkan. Selanjutnya, berdasarkan data suntingan teks dilakukan analisis. Analisis yang dipergunakan adalah analisis semiotika Riffaterre, yakni untuk memproduksi arti (makna) tanda-tanda yang ada dalam teks Sêrat Asmaralaya. Untuk hal itu harus diperhatikan langkahlangkah: 

(1) ketidaklangsungan ekspresi puisi, 
(2) pembacaan heuristik dan retroaktif atau hermeneutik, 
(3) pencarian matriks, model, dan varian, dan 
(4) hipogram (hubungan intertekstual). 

Hasil akhir penelitian ini adalah pertama, dalam ketidaklangsungan ekspresi puisi, ditemukan adanya penggantian arti berupa simile dan metafora; dalam penyimpangan arti ditemukan ambiguitas dan kontradiksi; dalam penciptaan arti ditemukan enjambement, sajak, dan pembaitan. Kedua, dari pembacaan heuristik dihasilkan penaturalisasian bahasa puisi menjadi bahasa prosa (parafrase), sedangkan dari pembacaan retroaktif atau hermeneutik, dihasilkan uraian tentang hal-hal yang berhubungan dengan cara-cara manusia dalam menghadapi sakaratul maut. Ketiga, matriksnya adalah ajaran moral tentang ingat akan kematian atau kesadaran manusia akan kematian, manunggaling Kawula-Gusti ; modelnya adalah “Asmaralaya”, dan varian-variannya adalah 

(1) éling, (ingat) akan kodrat manusia sebagai kawula (hamba), 
(2) mengetahui hakikat Tuhan, 
(3) berusaha menjadi insan kamil, 
(4) cara-cara menghadapi sakaratul maut, dan 
(5) langkah-langkah untuk menuju dan mencapai manunggaling Kawula-Gusti . 

Keempat, hipogram yang terdiri atas hipogram potensial dan aktual, ditransformasikan dari ide dasar “ajaran manunggaling Kawula-Gusti ” yang diuraikan di dalam Wirid Hidayat Jati , Suluk Saloka Jiwa , Suluk Supanalaya, Sêrat Pamoring Kawula-Gusti , Sêrat Paramayoga, Sêrat Wédhatama, dan Al Quran. Kata Kunci : naskah, Sêrat Asmaralaya, piwulang, semiotika xv


=======================================

Pramana


Dalam ajaran agama Hindu terdapat konsepsi ajaran yang disebut Tri Pramana. "Tri" artinya tiga, "Pramana" artinya jalan, cara, atau ukuran. Jadi Tri Pramana adalah tiga jalan/ cara untuk mengetahui hakekat kebenaran sesuatu, baik nyata maupun abstrak yang meliputi:



Agama Pramana
Anumana Pramana
Pratyaksa Pramana

Dalam Wrhaspati Tattwa sloka 26 disebutkan:

Pratyaksanumanasca krtan tad wacanagamah pramananitriwidamproktam tat samyajnanam uttamam. Ikang sang kahanan dening pramana telu, ngaranya, pratyaksanumanagama.
Pratyaksa ngaranya katon kagamel. Anumana ngaranya kadyangganing anon kukus ring kadohan, yata manganuhingganing apuy, yeka Anumana ngaranya.
Agama ngaranya ikang aji inupapattyan desang guru, yeka Agama ngaranya. Sang kinahanan dening pramana telu Pratyaksanumanagama, yata sinagguh Samyajnana ngaranya.

Artinya:

Adapun orang yang dikatakan memiliki tiga cara untuk mendapat pengetahuan yang disebut Pratyaksa, Anumana, dan Agama.
Pratyaksa namanya (karena) terlihat (dan) terpegang. Anumana sebutannya sebagai melihat asap di tempat jauh, untuk membuktikan kepastian (adanya) api, itulah disebut Anumana.
Agama disebut pengetahuan yang diberikan oleh para guru (sarjana), itulah dikatakan Agama. Orang yang memiliki tiga cara untuk mendapat pengetahuan Pratyaksa, Anumana, dan Agama, dinamakan Samyajnana (serba tahu).

=======================================

Guruloka


Guru Loka apa kang sayekti

Ngen angen nalar pikir lan akal
Endra Loka panganggone
Panca driya satuhu
Lawan rasa nepsu nireki
Kang nama Jana Loka
Rasa mulyanipun
Saking mriku mijilira
Tumuruning manungsa jalu lan estri Ngebaki jagat raya

Guru Loka apa yang sungguh2

Angan-angan nalar dan pikiran
Endra Loka pakaiannya
Lima indra sebenar-benarnya
Juga rasa nafsu manusia.
Yang bernama Jana Loka
Rasa kemuliaan
Dari situlah keluar (jadi)
Yang menurunkan laki-laki dan perempuan
Memenuhi alam raya.

KAWRUH DUMADINING MANUNGSA


https://alangalangkumitir.wordpress.com/2008/05/21/kawruh-dumadining-manungsa/

=======================================

Baitul Makmur



Bait al-Makmur (Arab البيت المعمور, Al Baytul Ma'mur) adalah Kabah penduduk langit sebagaimana Kabah di bumi sebagai pusat ibadah penduduk bumi.

=======================================


asmaralaya

swarga, suwarga, sawarga

swarga

endrabawana, aribawana, asmaralaya, nayapada, rudrabawana, ratibawana, kwana, kamuksan, kamuksapada, kamuksapadan, suralaya, sa(of su)warga, sewalaya, wara, lokabawana, pirdos, para madiwwa, janada, pada, janatun, jagad kamuksan, jagad walikan, muksapada, babat, ngadinin;

=======================================






Tidak ada komentar:

Posting Komentar