Minggu, 30 November 2014

Mengobral Cinta, Bahaya Tuh!


Adalah seorang peneliti dari Jurusan Ilmu Komunikasi, FISIP, Universitas Indonesia (UI) Jakarta, dengan judul penelitiannya, "Sumber Stress dan Perilaku Coping Pada Individu Dewasa Muda dalam Hubungan Pacaran" yang mencoba melihat lebih dalam efek yang ditimbulkan dalam pacaran, khususnya saat terjadi putus cinta.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran peringkat sumber stress yang dialami individu dewasa muda dalam hubungan pacaran dan melihat bagaimana perilaku individu dewasa muda mengatasi stress (coping) dalam hubungan pacaran pada tiap sumber stress.

Nah, hasil penelitian itu menunjukkan bahwa putus cinta menempati urutan pertama sebagai masalah yang Paling sering dialami responden. Masalah yang lain yang juga membikin stress responden bersumber pada masalah kepribadian. Berikutnya diikuti oleh faktor perasaan bosan, perasaan cemburu, putus cinta, dan adanya perbedaan.

Coba deh kamu lihat tabel berikut ini:

Tingkat Stress Remaja Berdasarkan Subjek Penelitian

Sumber Stress Merasa Tertekan Tidak Tertekan Total
Masalah Kepribadian 87 — 94,6 % 5-5.4% 92
Adanya Perbedaan 60 — 71.4 % 24 — 28.6 % 84
Perasaan Bosan 55 - 82.1 % 12— 17.9 % 67
Perasaan Cemburu 84 - 81.6 % 19— 18.4 % 103
Putus Cinta 79 - 73.1 % 29— 16.9 % 108


Metodologi Penelitian

Model Penelitian : Kuantitatif
Sifat Penelitian : Deskriptif
Analisis : Face validity dan expert judgement
Nama peneliti : Anies Syafitri
Sampel penelitian: 140 orang

Udah lihat kan? Gimana pendapat kamu? Lebih dari 50 persen responden menyatakan bahwa pernah mengalami dan merasakan hubungan pacaran. Semua masalah tersebut merupakan sumber stress yang bersifat psikososial yang terjadi karena adanya tekanan, frustasi, konflik, dan perasaan cemas.

Masalah kepribadian merupakan masalah yang kerap muncul dan sering dirasakan oleh remaja yang sedang memadu kasih, sehingga masalah ini sering menimbulkan stress di kalangan mereka. Masalah kepribadian adalah masalah yang timbul dari karakter kepribadian masingmasing pasangan yang menjalani hubungan pacaran. Dari karakteristik kepribadian itu muncul tingkah laku yang dapat menyebabkan pasangannya marah atau terganggu. Konflik yang timbul dari masalah kepribadian ini, misalnya, watak yang tidak menyenangkan.

Watak yang tidak menyenangkan bagi pasangannya misalnya seorang pacar mempunyai karakteristik pemarah atau emosional yang tidak stabil, atau sikap egois, juga kurang pengertian. Coba deh kamu saksikan, sikap-sikap kayak gini pasti menjadi sumber konflik bagi mereka berdua. Masalah kepribadian yang lain adalah perilaku tidak bisa dipercaya, seperti suka berbohong kepada pasangan. Kamu sering kan menyaksikan sepasang kekasih yang berantem gara-gara berbohong?

Perasaan bosan, bagi sebagian orang yang menjalani hubungan pacaran yang terlalu lama, juga menjadi sumber stress. Beberapa pasangan mudah putus cinta karena mereka menjadi bosan satu sama lain.

Perasaan cemburu (jealously) juga jadi faktor penyebab stress. Perasaan cemburu muncul karena tidak percaya pada apa yang dilakukan oleh masing-masing pasangan. Perasaan cemburu dapat menimbulkan emosi negatif seperti curiga, penolakan, permusuhan, dan marahan. Bahkan kadang perasaan cemburu ini bisa berakibat fatal. Perkelahian antar pelajar sering dipicu oleh persoalan cemburu ini.

http://asmaradancinta.blogspot.com/2011/11/mengobral-cinta-bahaya-tuh.html








Strategi Coping


1.      Pengertian

Phinney dan Haas (2003) memberikan devinisi coping sebagai respon seseorang terhadap situasi khusus dimana pengalaman individu turut serta dalam mengambil sikap untuk menghindari situasi yang menyebabkan stres.
Sementara menurut Stone dan Neale (1994) coping adalah perilaku dan pikiran yang secara sadar digunakan untuk mengatasi atau mengontrol akibat yang ditimbulkan dari situasi yang menyebabkan stres atau stresor.

2.      Klasifikasi Coping

Menurut Santrock (1996) strategi penanganan stres (coping) digolongkan menjadi strategi mendekat (approach strategy) dan strategi menghindar (approach strategy) meliputi usaha kognitif untuk memahami penyebab stres (stresor) dan usaha untuk menghadapi masalah stres disebut dengan cara menghadapi penyebab stres (stresor) tersebut atau konsekuensi yang di timbulkannya secara langsung. Sementara strategi menghindar (avoidance strategy) meliputi usaha kognitif untuk menyangkal atau meminimalisir stresor dan usaha yang muncul dalam tingkah laku untuk menarik atau menghindar dari stresor.
Sementara menurut Aldwin dan Revenson (1997) Strategi Coping yang dapat dilakukan individu dalam menghadapi masalahnya adalah sebagai berikut:
  1. Kehati-hatian: individu berusaha memikirkan dan mempertimbangkan secara matang beberapa alternatif pemecahan yang sesuai dan dapat dilakukannya, meminta saran dan pendapat orang lain tentang masalah yang sedang dihadapinya, bersikap hati-hati sebelum memutuskan sesuatu atau tindakan serta mengevaluasi strategi pemecahan masalah yang pernah dilakukan.
  2. Tindakan instrumental, yakni meliputi beberapa tindakan yang ditujukan untuk menyelesaikan masalah secara langsung pada pokok permasalahannya serta menyusun rencana-rencana selanjutnya.
  3. Negosiasi, meliputi usaha yang ditunjukan kepada orang lain yang terlibat atau yang menjadi penyebab masalah yang sedang dihadapinya untuk ikut serta memikirkan atau menyelesaikan permasalahannya secara bersama-sama.
Banyak perluasan dan modifikasi dari dikotomi Coping tersebut, diantaranya dilakukan oleh Lazarus (dalam Santrock, 1996),dan  Cowney dan Downey (1991) yang membedakan strategi  Coping menjadi dua bentuk:

a. Perilaku Coping yang berorientasi pada masalah (Problem Focused Coping-PFC)

Adalah strategi kognitif dalam penenangan stres atau  Coping yang digunakan oleh individu yang menghadapi masalahnya dan berusaha menyelesaikannya.

Carver dkk., (1998) mengemukakan aspek-aspek perilaku Coping yang berorientasi pada masalah (Problem Focused Coping-PFC) yang digunakan oleh individu sebagai berikut:
  1. Perilaku aktif (aktive coping), merupakan proses yang dilakukan individu berupa pengambilan langkah-langkah aktif untuk mencoba menghilangkan, menghindari tekanan, memperbaiki pengaruh dampaknya. Metode ini melibatkan pengambilan tindakan secara langsung, dan mencoba untuk menyelesaikan masalah secara bijak.
  2. Perencanaan (planning), adalah merupakan langkah pemecahan masalah berupa perencanaan pengelolaan stres serta bagaimana cara yang tepat untuk mengatasinya. Perencanaan ini melibatkan strategi-strategi tindakan, memikirkan tidakan yang dilakukan dan menentukan cara penanganan terbaik untuk memecahkan masalah.
  3. Penundaan terhadap aktivitas lain yang saling bersaing (Suppresion of competing). Individu dapat menahan diri untuk tidak melakukan aktivitas kompetitif atau menahan semua informasi yang bersifat kompetitif agar ia bisa berkonsentrasi penuh kepada masalah atau ancaman yang dihadapi.
  4. Pengekangan diri (restraint coping), merupakan suatu respon yang dilakukan iindividu dengan cara menahan diri (tidak terburu-buru dalam mengambil tindakan) sambil menunggu waktu yang tepat. Respon ini dianggap bermanfaat dan diperlukan untuk mengatasi masalah yang dihadapi.
  5. Mencari dukungan sosial secara instrumental (seeking social support for instrumental reason), adalah merupakan upaya yang dilakukan untuk mencari dukungan sosial, baik kepada keluarga maupun orang disekitarnya, dengan cara meminta nasihat, informasi, atau bimbingan.

b. Perilaku Coping yang Berorientasi Pada Emosi (Emotion Focused Coping-EFC)

Adalah strategi penanganan stres dimana individu memberikan respon terhadap situasi stres dengan cara emosional, terutama dengan menggunakan penilaian devensif. Aspek-aspeknya adalah:
  1. Mencari Dukungan Sosial Secara Emosional (seeking social support for emotional reasons), merupakan upaya untuk mencari dukungan sosial seperti, mendapat dukungan moral, simpati atau pengertian.
  2. Reinterpretasi positif (positive reinterpretation),  yaitu merupakan respon yang dilakukan individu dengan cara mengadakan perubahan dan pengembangan pribadi dengan pengertian yang baru dan menumbuhkan kepercayaan akan arti makna kebenaran yang utama yang dibutuhkan dalam hidup.
  3. Peneriman diri (acceptance), yaitu individu menerima keadaan yang terjadi apa adanya, karena individu menganggap sudah tidak ada yang dapat dilakukan lagi untuk merubah keadaannya serta membuat suasana lebih baik.
  4. Penyangkalan (denial), yakni upaya untuk mengingkari dan melupakan kejadian atau masalah yang dialami dengan cara menyangkal semua yang terjadi (seakan-akan sedang tidak mempu nyai masalah).
  5. Kembali kepada ajaran agama (turning to religion), yaitu usaha untuk melakukan dan meningkatkan ajaran agama yang dianut. Aspek ini meliputi: menjalankan ajaran agama dengan baik dan benar, berdoa, memperbanyak ibadah untuk meminta bantuan pada Tuhan dan lain sebagainya.

3.      Faktor yang mempengaruhi Coping

Menurut Parker (1986) ada tiga faktor utama yang dapat mempengaruhi seseorang dalam melakukan Coping:

a.      Karakteristik Situasional

Dalam melakukan coping, seseorang akan melihat dan menilai dan menilai situasi yang dihadapinya apakah dapat terkontrol atau dirubah, diinginkan atau tidak diinginkan, menantanng atau mengancam. Jika individu menilai bahwa kejadian atau masalah yang dihadapinya menantang, maka ia akan bertindak secara rasional, berpikir positif dan percaya diri dalam mengatasi permasalahannya. Namun sebaliknya, jika situasi dinilai mengancam, maka biasanya ia akan kembali kepada kepercayaan atau agama yang dianut, berpikir tentang kematian atau mengharapkan dipenuhinya semua keinginan oleh Tuhan.

b.      Faktor Lingkungan

Faktor ini meliputi lingkungan fisik dan psikososial yang dapat mempengaruhi perilakuan perasaan individu. Peran lingkungan, seperti rumah tangga, lingkungan sekitar, tempat kerja, dan lain sebagainya, akan mempengaruhi coping yang dilakukan oleh seseorang. Bentuk perilaku coping dengan cara menarik diri biasanya terjadi pada seseorang yang berasal dari keluarga yang kurang mendukung satu sama lain, kurang harmonis  dan dari status sosial ekonomi yang rendah.

c.       Faktor Personal Atau Perbedaan Individu

Karakteristik perbedaan individu yang mempengaruhi manivestasi coping antara lain jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, status sosial ekonomi, persepsi terhadap stimulus yang dihadapi dan tingkat perkembangan kognitif individu.

http://nerys2.wordpress.com/strategi-coping/





Tidak ada komentar:

Posting Komentar