Suara-suara Seks
Sekadar klarifikasi, yang saya maksud dengan judul di atas
dan yang akan dibicarakan dalam tulisan ini adalah bebunyian yang muncul dari
organ vokal manusia ketika terlibat dalam aktivitas seksual, macam erangan,
rintihan, lenguhan, Anda tahulah. Jadi bukan jenis nonvokal seperti bunyi daging
beradu ataupun derit ranjang, meskipun kedua tipe bebunyian itu sama-sama kerap
diparodikan berlebihan dan kadang dikomersialkan (telepon saja party line). Yang
menarik, bahkan di Barat pun hampir tidak ada riset ilmiah tentang vokalisasi
dalam seks. Hal ini bisa jadi karena para peneliti berasumsi bahwa suara-suara
itu tak lain cuma produk sampingan tatkala bergairah, atau mungkin juga lantaran
mereka tidak nyaman menghadapi subjek yang begitu intens dan viseral (primitif).
Namun, ada juga ilmuwan nekat yang meriset tentang suara-suara dalam seks dan
hasilnya bisa Anda baca di bawah ini.
Menurut para ahli, ada dua macam suara dalam seks (meski
kalau Anda sedang “panas” semua terdengar sama saja), yaitu yang berupa
kata-kata (bisa omong jorok atau penunjuk jalan buat pasangan) dan suara
nonlinguistik alias yang bukan berupa kata, contohnya ada di awal tulisan ini.
Ada pula jeritan atau teriakan yang dilantunkan sebagian orang kala orgasme.
Suara yang muncul selama berhubungan seksual pun mengalami perubahan. Awalnya
mungkin dimulai dengan kata-kata atau erangan yang disadari, kemudian makin
larut seseorang dalam aktivitas seksual, hilanglah batasan dan kewaspadaannya
sehingga orang itu dapat memunculkan suara-suara yang bermacam-macam.
Dr. Roy Levin, ahli biomedik dan seksologis dalam
penelitiannya menyebutkan bahwa setidaknya ada empat alasan mengapa manusia
mengeluarkan suara-suara tertentu sewaktu beraktivitas seksual. Yang pertama,
untuk menyampaikan informasi. Disadari atau tidak, kita menggunakan suara untuk
memberi tahu pasangan tentang apa yang terjadi dalam seks. Kita bersuara untuk
menunjukkan apa yang kita suka dan tidak suka, mau lebih atau kurang stimulasi,
juga saat mendekati dan sedang orgasme. Yang kedua, meningkatkan gairah. Suara
yang bersifat seksual bisa menambah gairah baik ketika kita yang bersuara maupun
pasangan. Yang ketiga, meningkatkan kenikmatan. Para peneliti punya istilah
keren untuk ini, yaitu amplifikasi hedonik. Kata mereka, suara dalam seks bisa
menambah kenikmatan bukan karena suara itu sendiri, melainkan lantaran dampaknya
terhadap pernafasan. Ketika orang sudah sangat bergairah dan mendekati orgasme,
peningkatan suara-suara seks dapat terkait dengan hiperventilasi, sementara
hiperventilasi itu sendiri dikenal bisa menghantarkan dari euforia ringan sampai
kondisi mirip trans. Dan yang terakhir, memfasilitasi sistem pusat kegairahan.
Hipotesis Levin adalah dengan membuat suara dalam seks manusia menyinkronkan
sistem kegairahan di tubuh, intinya mengirimkan pesan-pesan ke seluruh tubuh
yang berakibat peningkatan gairah sebagai respons dari pesan-pesan tadi.
Hm, mengingat fungsinya yang ternyata cukup penting dalam
aktivitas seksual, beranikah Anda “bersuara”?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar