Senin, 18 Mei 2015

Suara-suara Seks



Suara-suara Seks


Sekadar klarifikasi, yang saya maksud dengan judul di atas dan yang akan dibicarakan dalam tulisan ini adalah bebunyian yang muncul dari organ vokal manusia ketika terlibat dalam aktivitas seksual, macam erangan, rintihan, lenguhan, Anda tahulah. Jadi bukan jenis nonvokal seperti bunyi daging beradu ataupun derit ranjang, meskipun kedua tipe bebunyian itu sama-sama kerap diparodikan berlebihan dan kadang dikomersialkan (telepon saja party line). Yang menarik, bahkan di Barat pun hampir tidak ada riset ilmiah tentang vokalisasi dalam seks. Hal ini bisa jadi karena para peneliti berasumsi bahwa suara-suara itu tak lain cuma produk sampingan tatkala bergairah, atau mungkin juga lantaran mereka tidak nyaman menghadapi subjek yang begitu intens dan viseral (primitif). Namun, ada juga ilmuwan nekat yang meriset tentang suara-suara dalam seks dan hasilnya bisa Anda baca di bawah ini.

 
 Menurut para ahli, ada dua macam suara dalam seks (meski kalau Anda sedang “panas” semua terdengar sama saja), yaitu yang berupa kata-kata (bisa omong jorok atau penunjuk jalan buat pasangan) dan suara nonlinguistik alias yang bukan berupa kata, contohnya ada di awal tulisan ini. Ada pula jeritan atau teriakan yang dilantunkan sebagian orang kala orgasme. Suara yang muncul selama berhubungan seksual pun mengalami perubahan. Awalnya mungkin dimulai dengan kata-kata atau erangan yang disadari, kemudian makin larut seseorang dalam aktivitas seksual, hilanglah batasan dan kewaspadaannya sehingga orang itu dapat memunculkan suara-suara yang bermacam-macam.

 
 Dr. Roy Levin, ahli biomedik dan seksologis dalam penelitiannya menyebutkan bahwa setidaknya ada empat alasan mengapa manusia mengeluarkan suara-suara tertentu sewaktu beraktivitas seksual. Yang pertama, untuk menyampaikan informasi. Disadari atau tidak, kita menggunakan suara untuk memberi tahu pasangan tentang apa yang terjadi dalam seks. Kita bersuara untuk menunjukkan apa yang kita suka dan tidak suka, mau lebih atau kurang stimulasi, juga saat mendekati dan sedang orgasme. Yang kedua, meningkatkan gairah. Suara yang bersifat seksual bisa menambah gairah baik ketika kita yang bersuara maupun pasangan. Yang ketiga, meningkatkan kenikmatan. Para peneliti punya istilah keren untuk ini, yaitu amplifikasi hedonik. Kata mereka, suara dalam seks bisa menambah kenikmatan bukan karena suara itu sendiri, melainkan lantaran dampaknya terhadap pernafasan. Ketika orang sudah sangat bergairah dan mendekati orgasme, peningkatan suara-suara seks dapat terkait dengan hiperventilasi, sementara hiperventilasi itu sendiri dikenal bisa menghantarkan dari euforia ringan sampai kondisi mirip trans. Dan yang terakhir, memfasilitasi sistem pusat kegairahan. Hipotesis Levin adalah dengan membuat suara dalam seks manusia menyinkronkan sistem kegairahan di tubuh, intinya mengirimkan pesan-pesan ke seluruh tubuh yang berakibat peningkatan gairah sebagai respons dari pesan-pesan tadi.

 
 Hm, mengingat fungsinya yang ternyata cukup penting dalam aktivitas seksual, beranikah Anda “bersuara”?
  
https://vitasexualis.wordpress.com/2008/09/15/suara-suara-seks/



Tidak ada komentar:

Posting Komentar